Wednesday, April 24, 2013

Sapi Itu Ketergantungannya Tinggi Sama Hormon


Ailtje @belleailtje on Twitter 19 Apr 13:

Nasib lactose intolerant asal perut kecolek dairy products pasti minimal 3 hari diare. Belulm kembungnya. Cc raja kibulan susu @erikarlebang

Gara2 lactose intolerant jadi ngeh kalau susu sapi buat anak sapi, bukan anak manusia. Hayo sapa yg masih mau nyusu sapi?

Punya bapak tukang nyuntik sapi juga bikin sadar kalau sapi itu ketergantungannya tinggi sama hormon.

Ibu menyusui salah makan, anaknya bisa mencret. Sapi disuntik hormon, hormonnya bisa pindah ke manusia juga dong.

Herannya banyak org Indonesia yang mau ditipu perusahaan susu. Dari anak muda yg diiming2i cepet tinggi, sampe nenek2 yang tergiur anti keropos.

Terus untuk program perbaikan gizi orang miskin pun dijejali susu, padahal lebih dari 90% Asian itu lactose intolerant. Jadi apa yang kau perbaiki?

Bilangnya perbaikan gizi, tapi aku yakin banyak yang mencret dan kembung perutnya setelah minum susu.

Mamalia yang minum susu setelah dewasa itu ya cuma manusia. Coba hewan apa yang masih nyusu setelah gede?

Ini saya ngomel susu gara2 makan roti di resto tapas, cuma 2 gigit roti cream cheese, 2 malam gak bisa tidur karena mencret!!!

Kata siapa susu mencegah osteoporosis? Kata perusahaan susu dong. American rajin minum susu tapi osteoporosisnya paling tinggi. Nah lho!

Btw, sapi itu disuntik hormon biar produksi susu berlimpah ruah, demi industri bow!!
Kalo ayam disuntik antibiotik, sapi juga gak mau kalah dong. Biar gak sakit. Jadi apa isi susumu? Antibiotik dan hormon. Yummy?

Sapi itu badannya dirangsang dengan hormon biar produksi susu terus. Residu hormon lari ke tubuh manusia juga.

Susu Formula Sebenarnya Adalah "Obat"


Psychoasi.Mommy @Psychoasimommy on Twitter 22 Apr 13:

Hai Mommies2 cantik... sudah pada santai yah malam2 gini? atau masih ada yang maen sama anak?

Gak bosen2nya kita bahas tentang asi dan sufor yah... kenapa sih masih banyak ajah ibu2 diluar sana yang memberikan sufor untuk anak mereka bahkan sejak new born.

Tak ada makanan yang paling tepat untuk bayi selain air susu ibu (ASI). 

Berbagai penelitian sudah menunjukkan bahwa ASI mengandung banyak nutrisi yang sangat diperlukan bayi sehingga bayi tak butuh makanan lain.

Setelah itu, bayi baru membutuhkan tambahan energi dan nutrisi dari makanan pendamping ASI (MPASI). 

Namun, sampai saat ini masih banyak ibu muda yang sepertinya tidak puas jika hanya memberikan ASI kepada bayinya. 

Mereka justru berpikir untuk memberikan susu formula kepada bayinya. 

Dalam pemahaman mereka, susu formula jauh lebih baik daripada ASI karena adanya banyak tambahan nutrisi di dalamnya. Padahal memberikan sufor pada bayi ini adalah pemikiran yang sangat salah.

Susu formula bukanlah makanan tambahan atau pendamping ASI karena ASI saja sudah sangat cukup untuk memenuhi nutrisi bayi.

Susu formula sebenarnya adalah "obat" yang harus diresepkan oleh dokter. 

Penggunaan susu formula pun hanya diberikan kepada bayi-bayi yang bermasalah karena tidak bisa minum ASI.

Dalam kasus bayi prematur pun, ASI terbukti bisa membantu bayi meningkatkan bobot tubuh, status gizi, menutrisi tubuhnya disbanding sufor. 

Sayangnya, pemerintah belum sepenuhnya fokus pada masalah peredaran bebas susu formula ini.
Padahal sebenarnya, Indonesia sudah memiliki UU sendiri yang mengatur hal ini. 

Namun, belum ada tindakan tegas atas pelanggaran hak bayi untuk mendapat ASI ini.

Selain adanya salah paham akan manfaat sufor,banyak ibu yang memilih menggunakan sufor krn terbayang akan status sosial yang didapat.

Dalam lingkungakn sosial tertentu, ibu yang memberi sufor untuk bayi dianggap sebagai orang yang berstatus ekonomi menengah ke atas. Maklum, harga sekaleng susu formula kan cukup mahal.

Kalau dihitung2, pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan sufor selama 2th yang per satu anak bisa menghabiskan Rp 25 juta lebih.

Bandingkan dengan kasih ASI, semuanya gratis dengan nutrisi yang paling lengkap daripada semua susu formula merek apa pun.

So, jadi ibu cerdas ya Mom's, berikan yang terbaik buat anak kita. Jangan hanya karena gengsi jadi ikut2an kasih sufor ke anak kita. 

Gimanapun juga, buatan manusia gak bs menandingi ciptaan Allah SWT. Kalau kita meragukan ASI, tentunya kita meragukan hasil ciptaan Allah.

Friday, April 5, 2013

Buruknya Susu Hewan Untuk Manusia Oleh Dr. Tan Shot Yen


Susu Sapi Dan Zat 'Lilin' Pada Kulit Buah

Dear Dr. Tan, saya senang sekali membaca rubrik yang Dokter asuh. Jawaban dokter dari setiap pertanyaan sangat tegas, lugas dan cerdas.

Saya pernah dengar seminar dari salah seorang ahli gizi kalau makan buah apel
itu harus dengan kulitnya karena sebagian besar vitamin dan mineralnya ada di
kulit. Tetapi kulit buah apel itu kan juga dilapisi lilin, apakah aman lilin
dikulit buah apel itu untuk dikonsumsi?

Menurut ahli gizi itu juga, manusia harus mengonsumsi susu sejak lahir hingga menutup mata (meninggal) sedangkan menurut dokter Tan manusia hanya mengonsumsi susu sejak 0-2 tahun saja itupun hanya ASI. Saya yang orang awam ini jadi bingung Dok. Anak saya sudah berumur 3 tahun, apakah anak saya masih perlu mengonsumsi susu?

Saya harap Dokter berkenan untuk menjawabnya.

Veni, Bekasi

Dr. Tan Shot Yen:

Hai Veni,

Jika anda mengikuti rubrik saya sungguh-sungguh dan MEMBACA SEMUA INFORMASI BERMANFAAT melalui jalur internet dengan situs-situs yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana pernah saya kutipkan sebelumnya, tentu anda tidak akan bingung. Anda akan terbiasa bertanya, "Mengapa?" dan "Mengapa?" lagi. Dan selanjutnya menjadi kritis dengan jawaban yang diberikan sebelum 'menelan' mentah-mentah jawaban dari siapa pun, pakar di bidang apa pun.

Letak permasalahannya bukan pada perdebatan atau siapa yang salah dan siapa yang benar. Jika pendapat pakar (yang bisa salah bisa benar) saja yang dijadikan pegangan, maka kepentingannya terletak justru pada si pakar tersebut – dan apa/siapa yang dibelanya, ada unsur kepentingan apa di balik opini-opininya, pihak mana yang mendukungnya untuk menyuarakan pendapatnya itu. Begitu pula dengan menghadapi semua paparan saya. Karena itu saya selalu sertakan bacaan atau sumber informasi lain sebagai pembanding, jika pembaca membutuhkannya untuk memperluas pandangan serta menilai. Sehingga pada akhirnya kita sama-sama paham, siapa yang diuntungkan atau sebenarnya masyarakat diperlakukan sebagai tujuan atau sekadar dijadikan sarana diam-diam demi kepentingan yang sesungguhnya BUKAN untuk setinggi-tingginya kesehatan manusia. Karena itu, ilmu kesehatan sangat tidak mungkin berdiri sendiri. Kita perlu merujuk pada antropologi, sejarah pola hidup dan pola makan manusia, sejarah kepentingan teknologi industri pangan maupun kesehatan, dan kembali lagi : apakah cocok untuk kesejahteraan manusia yang optimal lahir-batin-mental-spiritual?

Saya tidak pernah paham dengan alasan mengapa manusia harus mengonsumsi susu selama usia pertumbuhan yang bukan dari ASI, apalagi sepanjang hayat -seakan-akan bahasanya seperti yang sering dipakai di kalangan pergaulan anak gadis saya: "Nggak cocok? Paksain ajaaaaaaa!!"

1. Kita perlu belajar dari hewan menyusui. Bahwa susu hanya cocok sebagai "makanan antara", ketika bayinya belum sanggup mengunyah dan mencerna. Begitu bisa tegak, berjalan, mencari makan dan mampu mengunyah makanan padat, maka SUSU BUKAN LAGI KONSUMSI ALAMIAHNYA. Saya tidak menyamakan manusia dengan hewan menyusui, tapi kita perlu belajar dari alam, fakta dan menyadari berbagai unsure permainan "kepentingan yang lain" di balik jargon kesehatan yang hanya dipakai untuk nilai jual. Faktanya, enzim pencernaan manusia untuk mencerna susu juga sudah mulai menyusut pada usia 2-3 tahun. Berbarengan dengan itu, gigi manusia pun SUDAH KOMPLIT di usia 2 tahun. Aha! Cocok, bukan? Lepas dari susu, kunyah makanan padatnya!

2. Alam tidak menyediakan susu apa pun selain ASI untuk konsumsi manusia. Susu sapi hanya untuk generasi penerus sapi. Susunannya pun sama sekali tidak cocok untuk manusia. Sekali lagi, komposisi susu sapi hanya untuk membuat anak-anak sapi gemuk, bertulang besar, tidak perlu pandai apalagi menikmati umur panjang.

Susu sapi alami sama sekali tidak cocok untuk manusia. Karena "dipaksakan"
supaya cocok, maka agar tidak mengandung bakteri, manusia melakukan
sterilisasi susu antara lain dengan pasteurisasi - efek sampingnya? Semua zat gizi susu rusak total (karena itu setelah proses sterilisasi perlu diimbuhkan berbagai zat dari luar supaya kelihatan "bergizi"-proses pasca sterilisasi inilah membuat heboh 'menyusup'nya bakteri beberapa waktu yang lalu). Begitu pula agar kolesterol susu sapi yang tinggi tidak membuat manusia kegemukan dan naik kolesterolnya, ditemukanlah teknik yang membuat susu sapi mendapat istilah 'skim', karena minyaknya ditarik/diambil - efek sampingnya? Manusia tetap gemuk.

Karena bukan melulu kolesterol yang bermasalah, tapi GULA SUSU (Laktosa) dan KEASAMANNYA yang membuat tulang justru semakin keropos. Supaya "cocok" juga untuk kebutuhan kecerdasan anak manusia, maka pemaksaannya adalah lewat jalur teknologi. Susu sapi yang miskin gizi itu ditambahkan zat-zat/asam amino yang diduga sebagai bagian dari kebutuhan perkembangan saraf dan otak. Padahal, kecerdasan LEBIH DARI SEKADAR ASAM AMINO atau zat yang diimbuhkan tersebut.

Kecerdasan anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat anak mengintegrasikan KECERDASAN PERTAMANYA secara instinktual untuk merayap menemukan puting susu ibu selepas dilahirkan sekaligus gerakan merayap tersebut menyelesaikan dan mengintegrasikan refleks-refleks primitifnya! Kecerdasan terletak pada antibodi prima MANUSIA yang alami, yang hanya terdapat dalam ASI hingga usia 2 tahun saja. Kecerdasan juga berhubungan dengan pematangan "sambungan-sambungan sistem syaraf" dari 3 susunan otak manusia (reptilian brain yang primitif: hanya mengurus sistem pertahanan diri/survival, mamalian brain yang berfungsi mengenali cinta, rasa aman, peduli, kekeluargaan dan neo-mamalian brain yang baru setelah usia 6 tahun mengenal istilah cara pikir 'rasional'.

Kecerdasan manusia bukan melulu tentang pandai berhitung dan berbahasa asing, tapi cerdas secara emosional, spiritual. Sehingga yang membuat manusia maju dan makmur bukan hanya mereka yang ber IQ (Intelligence Quotient) tinggi, tapi juga ber EQ (Emotional Quotient) tinggi sehingga mampu menjalin relasi, serta ber SQ (Spiritual Quotient) membanggakan- sehingga mampu bersyukur, berhubungan mesra dengan Penciptanya. Mana ada anak sapi bisa begini?

3. Jika argumen bahwa susu diasup sebagai sumber kalsium (yang dipercaya menguatkan tulang), maka perlu ditegaskan kembali : APAKAH HANYA SUSU SATU-SATUNYA SUMBER KALSIUM? Saya mencurigai 'nasehat-nasehat' yang menganjurkan orang minum susu akhirnya sebatas karena penelitian yang sangat sepihak, sangat kadaluwarsa bahkan, dan celakanya : karena 'kepercayaan' seri nutrisi jaman penjajahan Belanda yang masih berurat akar. Tulang pun menjadi kuat BUKAN SEMATA-MATA HANYA KARENA KALSIUM. Melainkan kita perlu mengasup Magnesium, Seng (Zinc), Boron, Mangaan, Provitamin D-3, dll. Nenek moyang kita sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang akibat keropos sebelum waktunya. Mengapa? Sekali lagi, mereka mengonsumsi makanan ALAM yang DIKUNYAH, yang juga memperkuat tulang selepas susu ibu di atas 2 tahun!

Saya pernah menulis di tabloid ini pula, bahwa mengonsumsi 1 cangkir selada bokor (iceberg lettuce) memberikan kekuatan tulang yang di hari tua, mencegah terjadinya patah tulang panggul! (telah dirisetkan oleh para ahli dari Harvard University, Amerika Serikat yang melibatkan 72.000 wanita). Kalsium pada susu yang bukan ASI sekali lagi saya tegaskan, TIDAK DIKENAL oleh tubuh manusia. Oleh karenanya bersifat "Non-bio-available"- jadi, bukannya membuat tulang lebih kuat, malah kalsium akan 'nyasar' ke tempat yang salah...dan tempat yang paling sering menjadi sasaran pendaratan kalsium adalah.. dinding pembuluh darah! Bukannya mendapatkan manfaat positif dari susu, malah mendapat bonus penyakit yang sangat tidak menyenangkan: penebalan dinding pembuluh darah dan segala akibatnya (sebagaimana telah dipaparkan dalam salah satu jurnal kedokteran anak oleh Dr. Frank Oski, Upstate Medical Center Department of Pediatrics, USA). Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium sehari, tapi tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis/keropos tulang daripada orang Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300 mg - 500 mg kalsium per hari. Mengapa? daging merah, gula, tepung dan bahan makanan berupa bumbu non-alam menyebabkan keasaman darah meningkat. Untuk menetralisirnya, tubuh mengambil kalsium (yang bersifat alkalis) dari tulang. Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan kalsium. Masalahnya adalah mereka kehilangan kalsium. 

Dengandemikian, mengasup lebih banyak kalsium ke dalam tubuh bukanlah jawabannya,
karena Anda bisa kehilangan lebih banyak daripada yang Anda asup (misalnya dengan tetap memakan daging merah, gula, terigu, beras, berbagai saus dan kecap produksi pabrik, dll). Apabila ekstra kalsium yang dikonsumsi berasal dari makanan yang mengandung protein tinggi seperti susu, keju dan es krim, keadaan menjadi lebih buruk karena makanan ini adalah pembentuk asam yang sangat tinggi. Tubuh semakin kehilangan kalsium.

4. Dari hasil konvensi dunia (World Breastfeeding Week, 1-7 Agustus 2006), Elisabeth Sterken, BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan bahwa susu bukan ASI menyebabkan: meningkatnya risiko asma, alergi, penurunan perkembangan kecerdasan, peningkatan risiko infeksi saluran napas atas, kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dalam susu non ASI, risiko kanker masa anak, risiko penyakit kronik, risiko diabetes, risiko penyakit kardiovaskuler, risiko kegemukan, risiko infeksi pencernaan, risiko radang telinga, risiko semua efek samping akibat PENAMBAHAN ZAT YANG TIDAK SEMESTINYA DALAM SUSU BUBUK/CAIR (sudah terbukti mulai bakteri hingga melamin, bukan? 

Tunggu saja 'seri berikutnya') Anda belum mengikuti pelatihan saya mengenai "teknik membaca label makanan produksi pabrik", bukan? Naaaaaahh!! Ada baiknya anda mulai membalik kemasan susu anak anda. Banyak istilah "ajaib" yang membuat anda mengerenyitkan dahi. Semua susu sudah mengandung laktosa/gula susu, seperti saya sebut di atas. Namun supaya "betah" di lidah anak yang doyan manis "tingkat tinggi" (yang penting doyan, kan? Mana ada pabrik mau peduli dengan masalah kelebihan karbohidrat buruk!) tetap diimbuhi "sukrosa" (gula rantai panjang!) atau "corn syrup" (gula 'pembunuh' nomor satu di Amerika Serikat), belum lagi "perisa" (Apakah anda paham betul istilah ini? Nama lainnya adalah rasa SINTETIS!), dan susunya pun berasal dari "skimmed, powdered, milk". Bahkan susu cair pun melalui proses skim dahulu. Anda perlu pun bisa terheran-heran, mengapa susu yang sudah cair perlu dijadikan bubuk, lalu dibuat 'cair' lagi. 30-40 tahun yang lalu (ketika anak Indonesia mentah-mentah menolak susu karena tidak doyan bau susu dan harus 'dipaksa' minum), label komposisi susu bubuk cukup tertulis: WHOLE MILK. Titik. Risiko whole milk pun membuat manusia terpaksa seperti sapi sungguhan: gemuk, bodoh, lamban, berusia pendek).

Semestinya para pakar yang memang mau menyuarakan tentang susu, sebelumnya perlu mengikuti konvensi dunia serupa ini yang memang diselenggarakan bagi para pakar, pengayom kesehatan dan informasi yang terbaru bagi masyarakatnya. Konvensi ilmiah yang berkualitas tinggi dan kredibel tentu diselenggarakan tanpa sponsor pabrik teknologi pangan atau farmasi yang mempunyai kepentingan di dalamnya!

5. Sebagai tambahan, salah satu pilihan : anda bisa membuka situs Dr. Mercola, www.mercola.com, ketik "milk" (atau topik apa pun yang anda ingin ketahui) di kolom mesin pencari artikelnya. Anda akan berkelana ke 'dunia baru' dan membaca berbagai hal yang telah diperjuangkan banyak orang saat ini, sementara negara kita masih menjadi 'keranjang pembuangan' berbagai produk yang sudah tidak lagi diterima masyarakat dari mana produk itu berasal. Saya sangat menyesali kepercayaan dan mitos akan susu ini merasuk di benak ibu-ibu yang hidup dengan ekonomi pas-pas-an, sehingga ada faham 'asal anak sudah minum susu, rasanya aman!' - padahal gizi anak membutuhkan lebih. Anak bergigi membutuhkan makanan untuk dikunyah, dengan sumber karbohidrat-protein-dan lemak yang jauh lebih tinggi tingkatannya. Bukan susu yang berasal dari sapi dengan pakan buatan manusia bernama MBM/Meat-Bone-Meal yang menyebabkan sapi membentuk protein asing bernama Prion sebagai cikal bakal sapi gila/madcow (Lihat Nyata edisi II Agustus 08, edisi IV Mei 08) Anak-anak kita bertulang dan bergigi kuat hingga akhir hayatnya karena gaya hidup sehat, bukan minum susu segelas tiap malam sambil terpana di depan televisi atau game komputer, yang lincah hanya kedua jempol tangan kanan-kirinya. Gaya hidup sehat mengandaikan makanan alam lepas campur tangan industri, tubuh bergerak keseluruhan bermain petak umpet, lompat tali atau layang-layang.

Dengan pemahaman yang bijak dan tercerahkan, anda juga akan paham bahwa yang disebut "lilin" pada kulit apel sama sekali bukanlah sejenis lilin penerang kamar di saat mati lampu atau "malam" (bhs.Jawa) mainan anak-anak yang dapat dibuat berbagai bentuk itu. Buah dengan kandungan vitamin C yang mudah tereduksi (rusak) oleh panas tentu secara alamiah dilindungi melalui kulitnya.

Kulit mengkilap (yang anda pikir lilin itu) juga mencegah penguapan air berlebihan dari buah apel. Karenanya, buah apel bisa bertahan hingga sebulan di lemari es yang kering! Seperti juga mangga yang dipertahankan airnya dan ketebalan daging buahnya oleh kulitnya. Saya tidak pernah mengupas kulit mangga Indramayu. Mangga eksotis yang mengkal, harum, padat seksi dicocol dengan cabe rawit bergerus garam.. Aduuuhhh nikmatnya hingga tetes liur terakhir... Mmmmmhhh!

[Non-text portions of this message have been removed]

Wednesday, April 3, 2013

Susu Menyebabkan Peradangan


Dikutip sesuai aslinya dari buku THE MIRACLE OF ENZYME: SELF-HEALING PROGRAM hal. 97-99, Hiromi Shinya, MD, Penerbit Qanita

Saya pertama kali mengetahui betapa buruknya efek susu bagi tubuh lebih dari 35 tahun lalu, ketika anak-anak saya sendiri menderita dermatitis atopik (radang kulit parah) pada usia enam atau tujuh bulan.

Sang ibu sudah menuruti segala instruksi yang diberikan oleh dokter anak, tetapi betapapun banyaknya perawatan yang mereka terima, radang kulit anak-anak sama sekali tidak membaik. Lalu, pada usia sekitar tiga atau empat tahun, putra saya mulai mengalami diare parah. Dan pada akhirnya, dia bahkan mulai mengeluarkan darah bersama kotorannya. Setelah memeriksanya dengan endoskop, saya menemukan bahwa si balita menunjukkan tanda-tanda awal kolitis ulserativa (radang parah dengan tukak di dalam usus besar).

Oleh karena tahu bahwa kolitis ulserativa berhubungan erat dengan makanan seseorang, saya pun memfokuskan pada jenis makanan yang biasa dimakan oleh anak-anak. Ternyata, tepat pada saat anak-anak mulai menderita dermatitis atopik, istri saya telah berhenti menyusui dan mulai memberi mereka susu di bawah pengarahan dokter anak. Kami pun menyingkirkan semua susu dan produk susu dari makanan anak-anak sejak saat itu. Tentu saja, kotoran berdarah dan diare, bahkan dermatitis atopik, semua menghilang.

Setelah mengalami hal ini, saat menanyakan kepada pasien-pasien saya tentang sejarah kebiasaan makan mereka, saya mulai mengumpulkan daftar lengkap berapa banyak susu dan produk susu yang mereka konsumsi. Menurut data klinis saya, terdapat kemungkinan besar terbentuknya kecenderungan timbulnya alergi dari mengonsumsi susu dan produk-produk susu. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai alergi baru-baru ini yang melaporkan bahwa jika wanita hamil minum susu, anak-anak mereka cenderung lebih mudah terjangkit dermatitis atopik.

JIKA WANITA HAMIL MINUM SUSU, ANAK-ANAK MEREKA CENDERUNG LEBIH MUDAH TERJANGKIT DERMATITIS ATOPIK (RADANG KULIT PARAH).

Selama 30 tahun terakhir di Jepang, jumlah pasien penderita dermatitis atopik dan alergi serbuk meningkat secara drastis. Jumlahnya pada saat ini mungkin hampir sebanyak satu dari setiap lima orang. Begitu banyak teori yang berusaha menjelaskan mengapa terjadi peningkatan yang begitu cepat dalam jumlah orang yang menderita alergi, tetapi saya percaya bahwa penyebab paling utama adalah diperkenalkannya susu dalam menu makan siang di sekolah pada awal era 1960-an.

Susu, yang mengandung banyak zat lemak teroksidasi, mengacaukan lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah bakteri jahat, dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus kita. Sebagai akibatnya, racun-racun seperti radikal bebas, hidrogen sulforida, dan amonia diproduksi dalam susu. Penelitian mengenai proses apa saja yang dialami racun-racun ini dan penyakit-penyakit jenis apa saja yang dapat timbul masih berlangsung. Namun, BEBERAPA HASIL PENELITIAN MELAPORKAN BAHWA SUSU TIDAK HANYA MENYEBABKAN ALERGI, TETAPI JUGA DIHUBUNGKAN DENGAN DIABETES PADA ANAK-ANAK. [Lihatwww.sciencenews.org/pages/sn_arc99/fob2.htm] Hasil penelitian ini tersedia di internet, maka saya menyarankan agar Anda membacanya sendiri.

ULASAN WIED HARRY:
Sisi lain susu bubuk/cair industri yang dipaparkan oleh DR. Hiromi Shinya sungguh memberikan pandangan berbeda dari keyakinan banyak orang selama ini bahwa “milk is a superfood (susu adalah segala-galanya)”. Akibat iklan yang ditiup-tiupkan kencang oleh industri susu, a.l. tentang pentingnya minum susu bagi ibu hamil, semakin banyak pasangan muda yang panik dan merasa wajib berburu susu ibu hamil ketika istri mulai mengandung.

Karena mulai banyak organisasi nirlaba yang membangunkan pentingnya kesadaran setiap ibu melahirkan agar menyusui bayinya dengan ASI hingga anak usia 2 tahun, industri susu semakin banyak kehilangan pangsa pasar. Semangat juang dan aksi gencar AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia), Selasi (Sentra Laktasi Indonesia), Komunitas MamaPerah, Komunitas Jogja Parenting, dan lain-lain agar para ibu menyusui, membuat industri susu harus mencari akal agar produknya tetap tersalurkan ke pasar. Jadilah mereka membangun banyak lini pemasaran baru sebagai strategi.

Jika Anda sedang ke pasar swalayan, luangkan waktu untuk “meneliti” merek-merek susu bubuk/cair industri, amati peruntukannya, dan lihat dengan seksama produsennya. Begitu banyak industri susu yang menarik minat beli masyarakat dengan menciptakan beragam produk “baru” (barang sama yang dibikin seolah-olah baru, dengan nama baru, kemasan baru, tag line baru, nutrition gimmick baru). Inilah yang bisa Anda temukan:

• Susu cair kemasan dengan beragam rasa dan warna – tentu semuanya menggunakan perasa sintetis dan pewarna sintetis. (Seorang pakar terapi nutrisi terkenal Indonesia berkomentar “Di Amerika ga ada lo susu warna-warni kayak di Indonesia. Adanya ya cuma susu plain, putih, aja.”)
• Susu untuk usia tertentu. Contohnya susu bayi, susu batita, susu balita, susu prasekolah, susu remaja, susu lansia, dll.
• Susu untuk kondisi tertentu dan/atau “mimpi” tertentu. Contoh susu ibu hamil (sudah ada yang menyediakan susu ibu hamil muda dan usia kehamilan selanjutnya), susu untuk pembentukan otot, susu antikeropos tulang, dll.

Nafsu besar merebut pasar juga dilakukan industri susu dengan strategi self-canibalism, yakni mencaplok potensi pasar sebesar-besarnya dengan membuat beragam produk yang seolah-olah berbeda. Tujuan awalnya adalah merebut rak pajang di pasar swalayan dan merebut perhatian calon konsumen kepada produk mereka. Caranya, satu produsen susu menciptkan lebih dari 1 merek berbeda. Misalnya, produsen A membuat susu bubuk/cair dengan merek dagang 111 dan merek 222. Agar ada pembeda produk, dibuatlah nutrition gimmick dan/atau marketing gimmick sedikit berbeda. Misalnya susu merek 111 ditambahi gimmick “Diperkaya AA & DHA”, dengan tag line “penting untuk kecerdasan anak”. Sedangkan susu merek 222 dibubuhi gimmick “High Calcium – Protein – Vit A & D3”, dengan tag line “tumbuh tinggi emang seru”.

Menjadi hak sepenuhnya bagi produsen untuk membujuk masyarakat. Namun sudah saatnya pula kita mengimbanginya dengan kecerdasan berstrategi yang sama canggihnya. Tanpa perlu antipati pada susu, saatnya kita menjadi lebih bijak dengan pengetahuan faktual baru tentang susu yang kita peroleh sekarang. Kita sudah semakin tahu bahwa “susu bukan superfood dan sama sekali bukan superfood”. Sebab, untuk menjadi cerdas maupun tumbuh tinggi (anak-anak), langsing berotot (penggila fitnes), dan tidak terkena keropos tulang (lansia), tidak harus dari susu kalengan/kemasan – karena beragam jenis bahan makanan segar alami sudah menyediakannya untuk kita!

Ilustrasi : ISTIMEWA




Susu Sangat Membentuk Asam


Dikutip sesuai aslinya dari buku THE pH MIRACLE* oleh Robert O. Young, Ph.D., D.Sc. dan Shelley Redford Young, L.M.T., hal. 106-111

Seperti kebanyakan makanan hewani, produk susu mengandung residu hormon dan pestisida, mikroba, mycotoxin, dan lemak jenuh. Lapisan di atas semua gula susu (laktosa) terurai seperti gula dan menjadi makanan bagi mikroba berbahaya. Sapi perah memakan biji-bijian yang disimpan dan dicampur dengan hormon dan antibiotik yang dibuat dengan jamur, yang kemudian terkonsentrasi dalam susu. Kemudian, keju dan yogurt juga dibuat melalui proses fermentasi. Dan, susu adalah pemimpin dari semua jenis makanan yang membentuk lendir lengket. SUSU SANGAT MEMBENTUK ASAM. SUSU DAPAT MENINGKATKAN RISIKO KANKER, TERMASUK KANKER OVARIUM DAN KANKER ENDOMETRIUM.

Selanjutnya, pasteurisasi menghancurkan enzim bermanfaat yang dimiliki susu. Dan, bahkan, pasteurisasi tidak benar-benar bekerja! Susu yang dipasteurisasi, jika ditinggalkan (Wied Harry: terjemahannya mestinya *didiamkan*) akan membusuk dan berbau, sedangkan susu “mentah” (Wied Harry: maksudnya yang lebih tepat –mungkin- *susu perah segar*) mengental secara alami dan masih layak dikonsumsi.

Dengan semua itu sebagai dasar rekomendasi susu, Anda bisa melihat mengapa semua produk susu harus dihilangkan dari diet Anda (Wied Harry: diet = pola makan). Cobalah susu kedelai, susu almon, atau susu beras sebagai alternatif (meskipun Anda tetap harus hati-hati untuk menghindari sebagian besar produk yang diberi gula tambahan). Jika Anda harus mengonsumsi susu, pilih susu kambing yang belum diproses, yang berasal dari kambing yang diternakkan dan digembalakan secara organik. Susu kambing tersebut mengandung asam caprylic antijamur (Wied Harry: caprylic = kaprilat).

Tidak masalah berapa kali Anda diberi tahu oleh guru dan orangtua untuk minum susu, dan terlepas dari iklan dengan kumis susu yang lucu, gagasan bahwa produk susu (itu) sehat adalah murni dibesar-besarkan – sebuah mitos budaya. Bahkan, jika sapi tinggal di semacam utopia sapi dan menghasilkan susu yang sempurna, mari kita hadapi. Susu sapi bukanlah makanan manusia. SUSU SAPI DIRANCANG UNTUK BAYI SAPI, YANG MEMILIKI PERSYARATAN YANG JAUH BERBEDA DENGAN MANUSIA. SUSU PENUH (WIED HARRY: SUSU PENUH = WHOLE MILK, SUSU BERLEMAK) DENGAN KOMPONEN YANG TIDAK BERGUNA BAGI KITA, dan tidak seharusnya dikonversi untuk digunakan (membuang-buang sumber daya tubuh kita dalam memprosesnya) atau dihilangkan sebagai racun. Tidak ada spesies hewan lain minum susu di luar masa kanak-kanak – dan tentu saja bukan dari spesies di luar mereka sendiri!

Susu hanyalah awal dari masalah. Fakta: dibutuhkan 5 kg susu untuk membuat 0,5 kg keju keras, 6 kg susu untuk 0,5 kg es krim, dan lebih dari 10 kg susu untuk membuat 0,5 kg mentega. INGAT BAHWA DIBUTUHGKAN 20 BAGIAN BASA UNTUK MENETRALKAN 1 BAGIAN ASAM. Bayangkan saja apa yang diperlukan untuk melawan efek dari sumber asam yang begitu terkonsentrasi! Jika diperlukan 20 cangkir basa untuk menetralisasi 1 gelas susu, Anda akan memerlukan 12 kali lipat – 240 cangkir atau 15 galon! – untuk menetralkan secangkir es krim.

Tidak heran begitu banyak orang yang kesehatannya begitu buruk dengan mengonsumsi produk-produk olahan susu. Tidak heran begitu banyak orang yang menderita osteoporosis, sementara masih meminum begitu banyak susu. Tak heran begitu banyak orang yang alergi terhadap produk olahan susu, atau tidak tahan terhadap laktosa. Tidak heran orang bisa menambah berat badan dengan cepat dengan makan produk olahan susudan kehilangan berat badan dengan cepat begitu mereka berhenti mengonsumsi makanan yang sangat terkonsentrasi tersebut. Produk olahan susu terlalu terkonsentrasi, dan menjadi ultra-asam dalam aliran darah.

ULASAN WIED HARRY:
Setelah membaca uraian sisi lain susu, masihkah tertanam kuat dalam benak dan pikiran kita sebagai orangtua untuk mewajibkan anak-anak kita minum susu, jika susu justru membuat pH tubuhnya menjadi ultra-asam alias sangat-sangat-sangat asam? pH tubuh – meliputi pH darah dan jaringan – yang terlalu asam menjadi biang kerok munculnya beragam jenis gangguan kesehatan dan penyakit, seperti alergi, asma, kegemukan, gangguan emosi, eksem, dll. pH terlalu asam mengakibatkan peningkatan konsentrasi darah alias pengentalan darah, sehingga organ-organ tubuh dan seluruh sel tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Untuk membuat konsentrasi darah normal kembali, diperlukan makanan-minuman pembentuk basa sebagai penetral, yakni buah-buahan segar, sayur-sayuran segar, termasuk – terutama – jus sayuran, khususnya jus sayuran hijau karena sifatnya sangat basa, dengan tingkat kebasaan/pH mendekati 10. Penulis dari buku yang saya kutip ini menjelaskan bahwa untuk “… menetralkan konsumsi 1 bagian makanan/minuman pembentuk asam diperlukan 20 bagian makanan/minuman pembentuk basa untuk menetralkannya”. Anda sanggup?

ILUSTRASI : Istimewa