Monday, November 18, 2013

DON'T DRINK YOUR MILK


Sumber:
Buku DON'T DRINK YOUR MILK, hal. 121
Frank A. Oski, M.D., Penerbit Noura Books

"Hasil laboratorium dan uji klinis dari 68 pasien anak yang mengalami gangguan atau alergi makanan, telah diulas.

Dari anak-anak tersebut, sejumlah 79% mengalami gejala sebelum 1 tahun. Empat puluh delapan anak (70%) menunjukkan gejala gastrointestinal (muntah, diare, kolik, nyeri perut, kegagalan pertumbuhan), 16 anak (24%) mengalami gangguan kulit (eksim, urtikaria/biduran, angioderma, dan ruam lainnya), dan 4 anak (6%) mendengkur karena sesak. Sejumlah 21 anak gagal tumbuh sebelum terdiagnosis.

Makanan tunggal (umumnya susu sapi) terdapat pada 28 kasus (41%). Sebanyak 40 anak (59%) mengalami intoleransi makanan atau alergi, umumnya terdapat pada telur, susu sapi, dan gandum (Wied Harry: terigu).

Diagnosis dilakukan berdasarkan pada pengamatan efek penghapusan makanan dan efek pemberian kembali. Pada banyak anak, penghapusan makanan berarti penghapusan pada pola makan yang membutuhkan pendampingan yang cermat oleh ahli gizi. Pemeriksaan laboratorium sering kali tidak membantu dalam pemberian saran dan konfirmasi diagnosis."

ULASAN WIED HARRY:
Saatnya kita berpikir (makin) kritis: perlukah memberikan susu sapi kepada anak-anak kita?


Jika menganggap susu sapi sebagai sumber kalsium, sesungguhnya susu bukan satu-satunya, karena banyak makanan alami lainnya berlimpah kalsium, seperti ikan teri dan sayur-sayuran hijau. Lagipula yang diperlukan oleh anak-anak kita untuk tumbuh kembang sehat adalah kalsium, bukan susu sapi. Anggapan bahwa anak wajib minum susu sapi agar tumbuh kembang sehat dengan tulang kuat, mestinya diluruskan menjadi anak wajib MENGONSUMSI MAKANAN SUMBER KALSIUM, dan makanan sumber kalsium itu bukan hanya susu sapi (pabrikan).

No comments:

Post a Comment