Tuesday, October 22, 2013

Perlukah Minum Susu [Sapi]? Diambil dari 3 sumber berbeda.

Sumber 1:
Buku *The Miracle of Enzyme* Hiromi Shinya, M.D., hal. 97-99

"Saya pertama kali mengetahui betapa buruk efek susu bagi tubuh lebih dari 35 tahun lalu, ketika anak-anak saya sendiri menderita dermatitis atopik (radang kulit parah) pada usia enam atau tujuh bulan.

Sang ibu sudah menuruti segala instruksi yang diberikan oleh dokter anak, tetapi betapapun banyaknya perawatan yang mereka terima, radang kulit anak-anak sama sekali tidak membaik. Lalu, pada usia sekitar tiga atau empat tahun, putra saya mulai mengalami diare parah. Dan pada akhirnya, dia bahkan mulai mengeluarkan darah bersama kotorannya. Setelah memeriksanya dengan endoskop, saya menemukan bahwa si balita menunjukkan tanda-tanda awal kolitis ulserativa (radang parah dengan tukak di dalam usus besar).

Oleh karena tahu bahwa kolitis ulserativa berhubungan erat dengan makanan seseorang, saya pun memfokuskan pada jenis makanan yang biasa dimakan anak-anak. Ternyata, tepat pada saat anak-anak menderita dermatitis atopik, istri saya telah berhenti menyusui dan mulai memberi mereka susu sapi di bawah arahan dokter anak. Kami pun menyingkirkan semua susu dan produk susu dari makanan anak-anak sejak saat itu. Tentu saja, kotoran berdarah dan diare, bahkan dermatitis atopik, semua menghilang.

Setelah mengalami hal ini, saat menanyakan kepada pasien-pasien saya tentang sejarah kebiasaan makan mereka, saya mulai mengumpulkan daftar lengkap berapa banyak susu dan produk susu yang mereka konsumsi. Menurut data klinis saya, terdapat kemungkinan besar terbentuknya kecenderungan timbulnya alergi dari mengonsumsi susu dan produk-produk susu. Hal ini sesuai dengan penelitian mengenai alergi baru-baru ini yang melaporkan bahwa JIKA WANITA HAMIL MINUM SUSU, ANAK-ANAK MEREKA CENDERUNG LEBIH MUDAH TERJANGKIT DERMATITIS ATOPIK [RADANG KULIT PARAH].

Selama 30 tahun terakhir di Jepang, jumlah pasien penderita dermatitis atopik dan alergi serbuk meningkat secara drastis. Jumlahnya pada saat ini diperkirakan hampir sebanyak 1 dari setiap 5 orang. Begitu banyak teori yang berusaha menjelaskan mengapa terjadi peningkatan yang begitu cepat dalam jumlah orang yang menderita alergi. Namun saya percaya bahwa penyebab paling utama adalah diperkenalkannya susu dalam menu makan siang di sekolah pada awal era 1960-an.

Susu, yang mengandung banyak lemak teroksidasi, mengacaukan lingkungan dalam usus, meningkatkan jumlah bakteri jahat dan menghancurkan keseimbangan flora bakteri dalam usus kita. Sebagai akibatnya, racun-racun seperti radikal bebas, hidrogen sulfida, dan amonia diproduksi dalam usus. Penelitian mengenai proses apa saja yang dialami racun-racun ini dan penyakit-penyakit jenis apa saja yang dapat timbul masih berlangsung. Namun, beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa susu tidak hanya menyebabkan berbagai alergi, tetapi juga dihubungkan dengan diabetes pada anak-anak [www.sciencenews.org/pages/sn_arc99/6_26_99/fob2.htm]. ..."

Sumber 2:
Buku *Sehat Sejati Yang Kodrati* Dr. Tan Shot Yen, M.Hum, hal. 464

"Sebagai catatan, bioavailability (kemampuan tubuh untuk menyerap dan menggunakan asupan nutrisi) sayur ternyata jauh lebih baik: sawi dan brokoli 68,8%, sementara susu hewan hanya bisa diserap 32,1%. Hanya sayur yang kalsiumnya terikat oleh senyawa oksalat (seperti bayam) maka kalsiumnya sulit sekali diserap oleh tubuh."

Sumber 3:
http://www.healingtalks.com/nutrition-and-diets/raw-living-diet/harvard-study-links-pasteurized-milk-to-cancer/

Kesimpulan salah satu hasil penelitian Harvard University, AS, menyebutkan: Kebiasaan minum susu sapi (pasteurisasi - di sana produk susu jenis ini adalah yang paling umum dikonsumsi) berhubungan langsung dengan aneka jenis kanker berkait hormon. Budidaya sapi perah dengan pakan rekayasa, membuat hasil susunya tinggi estron sulfat, yang memicu kanker testikular (biji pelir), kanker prostat, kanker payudara.

Dalam hasil riset Dr. Ganmaa Davaasambuu, Ph.D dan koleganya disebutkan bahwa susu yang dihasilkan peternakan-modern sapi perah yang diperah selama 300 hari sepanjang tahun, memiliki kandungan estron sulfat 33 kali lebih tinggi daripada susu yang dihasilkan dari sapi yang hidup alami di Mongolia (susu hanya diperah 6 bulan pertama sejak sapi melahirkan anaknya). Mengapa hormon sintetis estron sulfat ini bisa begitu tingginya? Karena sapi perah diberi rangsangan hormon agar dapat menghasilkan susu sepanjang tahun!

ULASAN WIED HARRY:
Sejak bayi lahir hingga usia 2 tahun, ibu wajib memberikan susunya (ASI). Jika karena suatu alasan ibu tidak dapat memberikan ASI, wajib diupayakan ASI donor. Silakan kontak AIMI Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia. Setelah anak usia 2 tahun, susu ibu tidak perlu diberikan lagi, karena tubuh anak sudah mendapatkan asupan nutrisi dari berbagai jenis makanan.

Bagi anak-anak dan orang dewasa, susu bisa dinikmati sebagai "minuman senang-senang" sesekali. Nutrisi dalam susu sapi bisa diperoleh dari beragam jenis makanan lokal.

No comments:

Post a Comment