Friday, March 8, 2013

Miskonsepsi Susu


Berikut contoh percakapan yang benar terjadi dan menunjukkan betapa miskonsepsi kesehatan teraplikasi dimana-mana:
Ibu: "Katanya susu emang gak bagus?" |
Saya: "Memang" |
Ibu: "Anak saya sehat semua tuh" |
Saya: "Ok" *males nanggepin mode on*
Ibu: "Lagian kalau gak ada susu, gimana kalsium anak bisa didapat?" |
Saya : "Buah dan sayur sumber terbaik" |
Ibu: "Gak bisa!"
Saya: "Kok?" |
Ibu: "Anak saya punya maag parah, gak bisa makan buah!" |
Saya: "Lho, katanya dia 'sehat' karena susu?" |
Ibu: #@#$%!!!
Saya: Ibu tahu, konsumsi rutin susu adalah pemicu gangguan lambung yang terbesar? 
Ibu : *kepingin ditelan bumi*
Sebelum mengklaim bhw kita sehat krn susu, cek dulu adakah penyakit yg mengganggu keseharian namun terabaikan & dianggap biasa.
Gangguan lambung, mudah pilek, batuk yang muncul, alergi pagi hari, gangguan kulit, migrain dsb adalah gangguan kesehatan.
Yang sebenarnya sudah bisa menempatkan kita sbg "org yang tidak sehat" namun gangguan ini acap terabaikan dan dianggap biasa, karena ada obat-obatan yang bisa hilangkan 'gejala protes' dari tubuh tersebut. Begitu terus berlangsung bertahun-tahun,
Sampai secara akumulatif, akhirnya suatu saat obat tsb tak mampu menolong dan malah merusak organ tubuh dari berbagai sisi merugikan.
Jd kalau punya penyakit apapun yang terasa 'tdk jelas sebabnya' dan dianggap biasa, cek apakah Anda peminum rutin susu?
Bila "ya", coba utk hentikan dan sterilisasi hidup Anda dari susu tersebut. 1-2 bulan saja, dan cek kondisi terkini stlh itu?
Dan jujur utk tidak sentuh susu dlm bentuk apapun selama kurun waktu sterilisasi tersebut, agar pencarian berlangsung maksimal.
Jangan lupa utk konsumsi makanan sehat berupa buah dan sayur segar secara baik dan benar, terapkan pola hidup sehat.
Memberi perumpamaan terhadap sebuah fenomena dengan penyamaan antar bentuk yang lazim disebut analogi itu susah-susah gampang.
Dalam kasus susu misalnya, dengan mudah kita bisa mengatakan berdasar pd fenomena yg terjadi secara sungguhan sesuai hukum alam .
"Sapi beranjak dewasa, sudah tidak mau konsumsi susu induknya" Contoh sederhana kalimat yang perubahan bentuknya adalah "Sapi saja tidak mau kenapa manusia masih ngotot mau minum susu induk sapi?"
Rangkaian transisi bentuk itu terjadi dan logis. Logis krn hukum alam berlaku spt itu. Mudah kan? Siapa juga bisa!
Eh, nanti dulu. Belum tentu juga. Pernah ada tokoh ahli gizi bergelar Phd, lulusan universitas ternama negeri ini, tidak setuju dgn penelitian tentang susu.
Karena menurutnya tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajarinya dari mahasiswa dasar hingga bergelar tinggi seperti sekarang
Ia menyerang langsung ke pemakaian analogi "sapi beranjak dewasa emoh minum susu induknya" tersebut dengan kalimat sanggahan.
"Analogi ngawur spt itu akan membuat manusia kehilangan makanan bergizi, susu sapi dilarang karena sapi dewasa tdk minum susu. Lalu kemudian apa? Telur ayam dilarang dimakan juga, karena ayam tidak makan telurnya!"*hening sejenak*
Siapa bilang membandingkan sesuatu lalu merubah bentuknya ke hal lain utk menggambarkan hal sama, itu adalah pekerjaan mudah?
Seseorang yang bergelar setinggi itu saja bisa melakukan kesalahan fundamental dimana anak sekolah dasar bisa menertawai.
Mana mungkin menyamakan fungsi susu dan telur lalu dimasukan ke kontroversi susu sapi? Karena kodratnya saja berbeda dari awal
Susu sapi adalah makanan penyambung kehidupan bagi bayi sapi. Ayam bertelur jelas bukan untuk dimakan! Tp penerus generasi mereka.
Kalau manusia kemudian konsumsi telur ayam jelas sudah berbeda konsep dengan konsumsi susu sapi bila dikaitkan ke hal tersebut.
Analogi sarkastis sembarangan untuk mematahkan sesuatu fenomena alam yg jelas spt 'kontroversi susu sapi', bisa jadi bumerang.
Akan membuat seseorang tampak kurang cerdas apapun latar belakang pendidikannya. So think before you speak, otherwise *smile*
Erikar Lebang, Twitter: @erikarlebang

No comments:

Post a Comment